Guru dalam Jabatan Didorong Bersertifikat
Kepala Subdirektorat Perencanaan Kebutuhan, Peningkatan Kualifikasi, dan Kompetensi Guru Pendidikan Menengah, Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Santi Ambarukmi, di Jakarta, Senin (22/1), mengatakan, mulai tahun 2018 hingga lima tahun ke depan, pemerintah mengadakan sertifikasi guru dalam jabatan.
Langkah itu direalisasikan PPG Dalam Jabatan oleh perguruan tinggi yang ditunjuk Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristek dan Dikti). ”Guru dalam jabatan yang bisa ikut adalah yang memenuhi syarat administrasi dan akademik,” kata Santi.
Menurut Santi, tahun ini kuota PPG Dalam Jabatan ditetapkan untuk 70.000 guru. Dari jumlah tersebut, sebanyak 20.000 akan dibiayai Kemdikbud, sisanya dibiayai pemerintah daerah atau sekolah. ”Penuntasannya hingga lima tahun ke depan,” katanya.
Data dari Kemdikbud menunjukkan, guru terbanyak yang belum disertifikasi dari yang non-PNS, baik yang belum S-1 maupun yang S-1. Guru non-PNS yang sudah S-1, tetapi belum disertifikasi lebih dari 976.000 guru. Adapun yang PNS di kisaran 10.000 guru.
Dampak masa lalu
Direktur Pembelajaran Ditjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemristek dan Dikti Paristiyanti Nurwardani mengatakan, banyak guru dalam jabatan yang belum memenuhi standar menjadi guru profesional. Hal ini terlihat dari hasil uji profesi guru yang diikuti guru.
”Kelulusan guru dalam uji profesi masih rendah. Karena itu, guru dalam jabatan harus punya kemauan tinggi untuk terus belajar. Kami juga memfasilitasi para guru, khususnya guru SD, untuk dapat mengakses modul-modul secara daring untuk bisa mengikuti program rekognisi pembelajaran lampau atau RPL,” kata Paristiyanti.
Menurut Paristiyanti, program RPL membantu guru dalam jabatan untuk bisa ikut PPG. Jika RPL guru dalam jabatan mencapai 24 satuan kredit semester, guru tersebut tinggal ikut uji kompetensi nasional mahasiswa PPG. ”Jika RPL belum sampai 24 SKS, guru tinggal mengikuti SKS yang kurang di lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) yang ditunjuk. Uji kompetensi bisa diikuti maksimal dalam dua tahun. Mulai tahun ini, uji kompetensi jadi tiga kali setahun. Sebelumnya hanya sekali setahun,” ujar Paristiyanti.
Program RPL bisa diikuti guru yang mengajar 10 tahun dan sudah jadi guru sejak tahun 2005. Proses RPL dilakukan secara daring. Paristiyanti menyebutkan, banyak guru yang sudah mengajar belasan tahun, tetapi pre-tes belum lulus. Di masa lalu sejumlah penyandang gelar sarjana direkrut jadi guru meskipun belum mengikuti standar.
”Itu karena kebutuhan guru yang besar. Asal diangkat saja. Tapi dampaknya terasa sekarang. Kita tidak bisa main-main lagi dalam standar guru profesional,” katanya.
”Itu karena kebutuhan guru yang besar. Asal diangkat saja. Tapi dampaknya terasa sekarang. Kita tidak bisa main-main lagi dalam standar guru profesional,” katanya.
Sumber: https://www.pressreader.com/indonesia/kompas/20180123/281809989317545